Senin, 10 Juni 2019

tugas_biologi_3



SOAL:

1.      Jelaskan bahwa lalu lintas zat makanan, baik yang terdapat pada xylem maupun phloem tidak semata-mata hanya satu arah saja!
Jaringan pengangkut terdiri atas jaringan xilem dan floem.

XILEM : Sel penyusunnya meliputi elemen trakea, serat xilem dan parenkim xilem. Fungsinya untuk menyalurkan air dan mineral dari akar ke daun.

Xilem pada tumbuhan berbunga mempunyai dua tipe sel, yaitu trakeid dan unsur pembuluh. Kedua tipe sel ini merupakan sel mati.

FLOEM : Sel penyusunnya meliputi sel-sel tapis,komponen pembuluh tapis sel pengantar, serat floem dan parenkim floem. Fungsinya untuk menyalurkan zat makanan hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tumbuhan.

Pada tumbuhan tertentu, serabut floem dapat digunakan sebagai tali, misalnya rami (Boehmeria nivea).

Pertama-tama, air diserap oleh rambut-rambut akar. Kemudian, air masuk ke sel epidermis melalui proses secara osmosis. Selanjutnya, air akan melalui korteks. Dari korteks, air kemudian melalui endodermis dan perisikel. Selanjutnya, air masuk ke jaringan xilem yang berada di akar. Setelah tiba di xilem akar, air akan bergerak ke xilem batang dan ke xilem daun. Air dapat diangkut naik dari akar ke bagian tumbuhan lain yang lebih tinggi dan diedarkan ke seluruh tubuh tumbuhan karena adanya daya kapilaritas batang. Sifat ini seperti yang terdapat pada pipa kapiler.

Pipa kapiler memiliki bentuk yang hampir menyerupai sedotan akan tetapi diameternya

sangat kecil. Apabila salah satu ujung pipa kapiler, dimasukkan ke dalam air, maka air yang berada pada pipa tersebut akan lebih tinggi daripada air yang berada di sekitar pipa kapiler. Begitu pula pada batang tanaman, air yang berada pada batang tanaman akan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan air yang berada pada tanah.

Daya kapilaritas batang dipengaruhi oleh adanya gaya kohesi dan adhesi. Kohesi

merupakan kecenderungan suatu molekul untuk dapat berikatan dengan molekul lain
yang sejenis. Adhesi adalah kecenderungan suatu molekul untuk dapat berikatan dengan
molekul lain yang tidak sejenis. Melalui gaya adhesi, molekul air membentuk ikatan yang
lemah dengan dinding pembuluh. Melalui gaya kohesi akan terjadi ikatan antara satu
molekul air dengan molekul air lainnya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya tarik menarik
antara molekul air yang satu dengan molekul air lainnya di sepanjang pembuluh xilem.

Selain disebabkan oleh gaya kohesi dan adhesi, naiknya air ke daun disebabkan oleh penggunaan air dibagian daun atau yang disebut dengan daya isap daun. Air dimanfaatkan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis . Pada daun, air juga mengalami penguapan. Penguapan air oleh daun disebut transpirasi. Penggunaan air oleh bagian daun akan menyebabkan terjadinya tarikan terhadap air yang berada pada bagian xilem, sehingga air yang ada pada akar dapat naik ke daun.


2) Transportasi Nutrisi

Semua bagian tumbuhan yaitu, akar, batang, daun serta bagian lainnya memerlukan nutrisi. Agar kebutuhan nutrisi di setiap bagian tumbuhan terpenuhi, maka dibutuhkan suatu proses pengangkutan nutrisi hasil fotosintesis berupa gula dan asam amino ke seluruh tubuh

tumbuhan. Pengangkutan hasil fotosintesis dari daun ke seluruh tubuh tumbuhan terjadi
melalui pembuluh floem.
Perjalanan zat-zat hasil fotosintesismdimulai dari sumbernya yaitu daun (daerah yang memiliki, konsentrasi gula tinggi) ke bagian tanaman lain yang dituju (daerah yang memiliki konsentrasi gula rendah).

2.      Jelaskan minimal 2 proses reproduksi pada Protozoa yang menyerupai fenomena seksual pada hewan tinggi. Berikan pula contohnya!
Pada reproduksi seksual tidak selalu terjadi pembuahan, namun kadang-kadang dapat terbentuk individu baru tanpa adanya pembuahan, sehingga reproduksi secara kawin pada hewan invertebrata dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Tanpa pembuahan, yaitu pada peristiwa partenogenesis, sel telur tanpa dibuahi dapat tumbuh menjadi individu baru. Misalnya pada lebah jantan dan semut jantan.
2.      Dengan pembuahan, dapat dibedakan atas konjugasi dan anisogami.
·         Konjugasi, ini terjadi pada invertebrata yang belum jelas alat reproduksinya misalnya Paramecium.
·         Anisogami, yaitu peleburan dua asel kelamin yang tidak sama besarnya, misalnya peleburan mikrogamet dan makrogamet pada Plasmodium, dan peleburan sperma dengan ovum di dalam rahim.
Contoh :
·         Reproduksi Platyhelminthes dilakukan secara seksual dan aseksual. Pada reproduksi seksual akan menghasilkan gamet. Fertilisasi ovum oleh sperma terjadi di dalam tubuh (internal). Fertilisasi dapat dilakukan sendiri ataupun dengan pasangan lain.
·         Nemathelminthes umumnya bereproduksi secara seksual karena sistem reproduksinya bersifat gonokoris, yaitu alat kelamin jantan dan betinanya terpisah pada individu yang berbeda. Fertilisasi dilakukan secara internal. Hasil fertilisasi dapat mencapai lebih dari 100.000 telur per hari. Saat berada di lingkungan yang tidak menguntungkan, maka telur dapat membentuk kista untuk perlindungan dirinya

3.      Jelaskan tentang perilaku Teritorialitas pada burung!
Daerah tropis memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, misalnya saja lebih kurang 80% jenis burung petengger (passerine bird) hidup dan berbiak di daerah tropis.  Namun barangkali belum banyak yang mengetahui bahwa beberapa teori dalam biologi dan ekologi burung lebih banyak didasarkan pada pengamatan empirik dan pemodelan yang menggunakan jenis burung dari daerah temperate.  Hal ini tidak terlepas dari persebaran ahli yang sebagian besar terkonsentrasi dan melakukan penelitian di daerah temperate di Eropa dan Amerika Utara.  Celakanya, pola perilaku burung, misalnya, yang ditemukan di daerah tersebut selama ini telah dianggap sebagai norma perilaku  umum untuk semua jenis burung.  Apakah jenis-jenis burung di daerah tropis mengikuti norma perilaku umum tersebut?

Stuchbury dan Morton dalam bukunya ini tidak sepakat dengan pendapat tersebut.  Di dukung dengan bukti-bukti empirik dari beberapa penelitian jenis burung tropis, terutama di tropis Amerika Selatan, mereka menemukan bahwa dalam banyak hal jenis burung tropis berbeda dengan burung temperate. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak terlepas dari perbedaan dasar dalam adaptasi perilaku, dimana adaptasi perilaku jenis-jenis burung tropis merupakan hasil seleksi karena tekanan biotik (terutama interaksi dengan tumbuhan), sementara jenis burung temperate lebih karena tekanan abiotik (terutama iklim).

Lebih lanjut untuk mendukung pendapatnya, Stuchbury dan Morton secara detil dalam bab-bab yang terpisah menjabarkan beberapa adaptasi perilaku burung tropis: musim berbiak, extra-pair mating system (EPM), teritorial, komunikasi dan interaksi biotik, yang ternyata juga saling berkait satu dengan lainnya.  Berbeda dengan burung temperate yang musim berbiaknya sangat terbatas (2-3 bulan) dan tergantung pada musim, musim berbiak burung tropis jauh lebih lama (4 – 8 bulan) dan tergantung pada ketersediaan makanan (misalnya buah).  Kondisi ini menjadi salah satu penjelasan tingginya extra-pair mating pada burung temperate.

Extra-pair Mating System (EPM), yakni terjadinya ‘perselingkungan’ pada pasangan burung yang sebagian besar mengikuti sistem monogami, dianggap sebagai norma umum pada burung.  Pandangan ini diasarkan pada hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan molekuler yang menguak rahasia tingginya praktek perilaku perselingkuhan pada jenis-jenis burung temperate.  Namun,  hasil penelitian sejenis pada jenis-jenis burung tropis ternyata tidak mendukung temuan tersebut.  EPM nampaknya tidak umum dianut oleh burung tropis yang monogami.  Oleh karena jumlah jenis burung tropis lebih banyak, maka mereka berpendapat sebaliknya: EPM bukanlah norma umum pada burung. Musim berbiak yang pendek (2-3 bulan) di daerah temperate dipercaya menjadi pemicu tingginya tingkat EPM pada jenis burung temperate.  Sebaliknya di daerah tropis, masa berbiak yang lebih panjang (4 – 8 bulan) tidak menimbulkan perilaku sejenis.

Contoh lain tentang bias temperate adalah tentang hubungan antara level testoteron pada burung jantan dan pertahanan teritorial.  Temuan pada burung temperate yang digunakan sebagai norma umum: bahwa level testoteron yang tinggi pada burung jantan menjadi penentu keberhasilan dalam mempertahankan teritori dan dalam menarik burung betina.  Level testoteron burung jantan tinggi pada saat menjelang berbiak dan turun pada saat memelihara anak. Sekali lagi kondisi ini tidak berlaku bagi burung tropis.  Level  testoteron burung jantan tetap rendah sepanjang musim berbiak.  Kondisi burung temperate tersebut ternyata tekait dengan EPM, masa berbiak yang tinggi menyebabkan level testoteron yang  tinggi  karena ‘diperlukan’ untuk bisa melakukan EPM!

Perilaku teritori dan komunikasi pada burung temperate nampaknya juga hasil adaptasi terjadinya EPM. Kicauan burung temperate, terutama burung jantan karena yang betina tidak berkicau, lebih sering frekuensinya dalam upaya tidak hanya untuk mempertahankan teritori berbiaknyanya tetapi terutama sebagai upaya untuk mencegah dan menghalau burung jantan tetangganya yang selalu berusaha untuk ‘mengawini’ pasangannya.

Sistem teritori burung tropis juga lebih beragam. Bahkan ditemukan juga burung betina berkicau dan mempertahankan teritorinya di daerah tropis.  Teritori burung tropis tidak terbatas hanya musim berbiak, tetapi hampir sepanjang tahun dalam rangka memepertahankan akses ke sumber pakannya.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

~ME~

nama lengkap : Dyandra Desyawati Azizah facebook : Dyandra Desyawati Azizah instagram : @dyandradesya twitter : @da_dyandra line : dyand...